Pada tanggal 24 Agustus tahun 79 Masehi, Gunung Vesuvius yang terletak di Italia selatan meletus dengan kekuatan luar biasa. Letusan ini menjadi salah satu peristiwa vulkanik paling terkenal dalam sejarah Romawi, dan mengubur beberapa kota Romawi kuno di wilayah Campania, termasuk kota Pompeii, Herculaneum, Stabiae, dan Oplontis. Pompeii, yang saat itu merupakan kota pelabuhan yang makmur dengan populasi sekitar 11.000 hingga 15.000 jiwa, tertutup abu vulkanik dan batu apung dalam hitungan jam.
Letusan Vesuvius diawali oleh serangkaian gempa bumi kecil yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Namun, pada masa itu, hubungan antara gempa dan aktivitas gunung api belum dipahami, sehingga tanda-tanda tersebut tidak diartikan sebagai peringatan. Ketika Vesuvius meletus, awan panas dan abu tebal menyembur ke udara sejauh lebih dari 20 kilometer, menyelimuti langit dan menyebabkan siang hari berubah menjadi gelap gulita.
Abu vulkanik mulai jatuh dan menumpuk di atas kota Pompeii, menyebabkan atap rumah runtuh dan membuat jalan-jalan tidak dapat dilalui. Dalam beberapa jam pertama, banyak penduduk berusaha melarikan diri, sementara yang lain memilih bertahan di dalam rumah mereka. Namun, fase paling mematikan terjadi pada dini hari keesokan harinya, ketika gelombang piroklastik—awan gas panas dan material vulkanik yang sangat cepat dan mematikan—menyapu kota. Mereka yang belum sempat melarikan diri tewas seketika karena suhu tinggi yang diperkirakan mencapai lebih dari 300 derajat Celsius.
Setelah letusan berakhir, Pompeii terkubur di bawah lapisan abu setebal 4 hingga 6 meter. Kota itu hilang dari peta dan ingatan kolektif selama lebih dari 1.500 tahun. Baru pada tahun 1599, sisa-sisa Pompeii pertama kali ditemukan secara tidak sengaja, namun penggalian yang lebih serius baru dimulai pada pertengahan abad ke-18 di bawah pemerintahan Raja Charles III dari Napoli. Sejak saat itu, Pompeii menjadi situs arkeologi yang sangat penting, menawarkan wawasan langsung tentang kehidupan sehari-hari di kota Romawi pada abad pertama Masehi.
Berkat penguburan mendadak dan kondisi tertutup yang menjaga banyak bangunan dan artefak tetap utuh, Pompeii memberikan informasi rinci tentang arsitektur, seni, sistem sanitasi, makanan, bahkan tulisan grafiti yang ditinggalkan di dinding rumah dan toko. Para arkeolog juga menggunakan teknik gipsum untuk mengisi rongga di dalam lapisan abu, mengungkap posisi terakhir korban letusan—sebuah metode yang pertama kali diperkenalkan oleh Giuseppe Fiorelli pada abad ke-19.
Pompeii kini merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO dan salah satu destinasi arkeologi paling terkenal di dunia. Tragedi yang terjadi di sana memberikan pelajaran penting tentang kekuatan alam dan kerentanan peradaban, sekaligus menjadi warisan sejarah yang memperlihatkan secara nyata kehidupan Romawi kuno yang seolah terhenti dalam satu momen waktu.
Pompeii saat ini adalah salah satu situs arkeologi paling terkenal dan paling banyak dikunjungi di dunia. Terletak di wilayah Campania, Italia, tidak jauh dari Napoli, kota ini telah menjadi tempat penggalian arkeologi yang luas dan juga destinasi wisata sejarah yang penting.
Sebagian besar kota kuno Pompeii telah berhasil digali, meskipun masih ada bagian-bagian yang belum sepenuhnya dieksplorasi. Jalan-jalan berbatu, rumah-rumah bangsawan, toko-toko, teater, dan pemandian umum telah terbuka untuk umum, dan banyak di antaranya masih mempertahankan bentuk asli dari abad pertama Masehi. Bahkan, beberapa lukisan dinding (fresko), mosaik, dan grafiti kuno masih tampak jelas, memberikan gambaran mendalam tentang budaya dan kehidupan sehari-hari masyarakat Romawi.
Keadaan Pompeii sebagai situs arkeologi mengalami pasang surut. Setelah ditemukan dan mulai digali sejak abad ke-18, situs ini sempat mengalami kerusakan akibat eksplorasi yang tidak hati-hati, penjarahan, serta paparan cuaca. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, perhatian terhadap pelestarian situs ini meningkat secara signifikan. Pemerintah Italia dan Uni Eropa telah menginvestasikan dana besar untuk proyek konservasi dan restorasi, termasuk Proyek Pompeii Besar (Grande Progetto Pompei), yang diluncurkan pada awal 2010-an untuk memperbaiki dan mengamankan area yang rusak dan rawan runtuh.
Kini, Pompeii dilindungi dengan pengawasan arkeolog dan ahli konservasi. Sebagian besar struktur penting telah diperkuat, dan teknologi modern digunakan untuk memantau kelembapan, gempa, serta potensi kerusakan. Beberapa area sebelumnya yang ditutup untuk umum kini telah dibuka kembali setelah direstorasi, termasuk rumah-rumah dengan lukisan dinding yang luar biasa detail.
Pompeii juga menjadi pusat penelitian ilmiah. Para arkeolog terus menemukan temuan baru—mulai dari fosil manusia, artefak rumah tangga, hingga struktur bangunan yang belum diketahui sebelumnya. Penemuan-penemuan ini menambah pemahaman dunia tentang kehidupan di Kekaisaran Romawi.
Sebagai tujuan wisata, Pompeii menerima jutaan pengunjung setiap tahunnya. Jalan-jalan yang dulunya dilalui oleh warga Romawi kini dilewati oleh wisatawan dari seluruh dunia. Meski hanya reruntuhan, kota ini masih terasa hidup melalui jejak-jejak masa lalu yang tetap terjaga—sebuah monumen bisu yang menjadi saksi sejarah, bencana, dan peradaban.
Pompeii **bukan** kota terlarang secara resmi—baik dalam sejarah maupun dalam konteks keagamaan. Saat ini, Pompeii adalah situs arkeologi yang terbuka untuk umum dan dilindungi oleh UNESCO sebagai **Situs Warisan Dunia**. Banyak orang dari berbagai latar belakang agama, budaya, dan negara mengunjunginya setiap tahun untuk belajar tentang sejarah Romawi kuno dan melihat langsung jejak bencana alam yang terjadi hampir dua ribu tahun lalu.
Namun, dalam narasi populer atau kepercayaan sebagian kalangan, **Pompeii kadang disebut-sebut sebagai “kota penuh dosa” atau “kota yang dimurkai Tuhan”** karena gaya hidup warganya yang dianggap hedonistik, terutama karena penemuan rumah bordil, lukisan erotis, dan grafiti seksual di dinding kota. Tapi penting untuk dicatat bahwa ini adalah interpretasi moral belakangan yang **tidak berdasarkan catatan sejarah Romawi kuno maupun sumber agama yang sah**.
Mengenai hubungan antara **Pompeii dan Nabi Luth (Lut)**—secara **historis dan geografis, tidak ada hubungan langsung** antara keduanya. Nabi Luth, menurut tradisi Islam (dan juga dalam Alkitab sebagai Lot), diutus kepada kaum Sodom dan Gomora, yang diduga berada di wilayah sekitar Laut Mati, di kawasan Yordania atau Israel masa kini. Peristiwa kehancuran Sodom dan Gomora terjadi jauh sebelum masa Kekaisaran Romawi, dan letaknya **berbeda wilayah dan zaman** dari Pompeii.
Namun, karena kedua kisah ini sama-sama berakhir dengan kehancuran mendadak sebuah kota, sebagian orang sering menyamakannya secara simbolis—menjadikan Pompeii sebagai semacam "Sodom versi Romawi." Tapi itu lebih merupakan pendekatan **moralistik atau simbolik**, bukan fakta sejarah atau agama yang didukung bukti otentik.
Kesimpulannya:
- Pompeii bukan kota terlarang.
- Tidak ada hubungan langsung antara Pompeii dan Nabi Luth.
- Kesamaan nasib kedua kota—sama-sama hancur mendadak—telah melahirkan asosiasi simbolik di luar konteks sejarah.
0 Komentar