Salahuddin Al-Ayyubi Sang Penakluk Yerusalem dan Simbol Kepemimpinan Islam

 


Salahuddin Al-Ayyubi atau Saladin lahir pada tahun 1137 M di Tikrit, Irak, dalam keluarga Kurdi yang memiliki tradisi militer kuat. Ayahnya, Najm ad-Din Ayyub, adalah seorang gubernur dan jenderal yang setia kepada Dinasti Zengid, sementara pamannya, Asad ad-Din Shirkuh, adalah seorang komandan militer terkemuka. Sejak kecil, Salahuddin tumbuh dalam lingkungan yang dipenuhi ilmu agama dan strategi militer. Ia mendapatkan pendidikan dalam Alquran, hadis, fikih, serta ilmu peperangan, dan sejak muda telah menunjukkan kecerdasan dan keteguhan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Gurunya, Noor ad-Din Zengi, seorang pemimpin besar Muslim pada masa itu, mengajarkan pentingnya jihad dalam membebaskan tanah Islam dari penjajah Eropa dalam Perang Salib.  


Karier militer Salahuddin dimulai di bawah kepemimpinan Noor ad-Din Zengi di Suriah. Ia menunjukkan bakat luar biasa dalam kepemimpinan dan strategi militer sehingga mendapatkan kepercayaan untuk memimpin pasukan dalam berbagai pertempuran. Setelah Noor ad-Din wafat, Salahuddin mengambil alih kekuasaan di Mesir dan mendirikan Dinasti Ayyubiyah pada tahun 1171 dengan mengakhiri Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah. Langkah ini membawa perubahan besar karena ia mengembalikan Mesir ke dalam ajaran Sunni dan memperkuat persatuan umat Islam. Salahuddin tidak hanya fokus pada bidang militer, tetapi juga memperkuat ekonomi, administrasi pemerintahan, serta membangun infrastruktur yang bermanfaat bagi rakyatnya.  


Puncak kejayaan Salahuddin terjadi dalam Perang Salib, terutama dalam pertempuran Hattin pada tahun 1187 M. Dalam pertempuran ini, pasukan Muslim yang dipimpinnya berhasil mengalahkan pasukan Kristen yang dipimpin oleh Raja Guy de Lusignan. Kemenangan ini membuka jalan bagi Salahuddin untuk merebut Yerusalem, kota suci yang selama hampir satu abad berada di tangan Tentara Salib. Tidak seperti penaklukan Yerusalem oleh Tentara Salib pada tahun 1099 yang diwarnai pembantaian besar-besaran terhadap penduduk Muslim dan Yahudi, Salahuddin menunjukkan sikap penuh belas kasih. Ia memberikan jaminan keamanan kepada penduduk Kristen yang ingin tetap tinggal atau meninggalkan kota dengan selamat. Tindakan Salahuddin ini membuatnya dihormati tidak hanya oleh umat Islam, tetapi juga oleh banyak pemimpin Kristen, termasuk Raja Richard the Lionheart dari Inggris, yang mengakui keberanian serta kemurahan hatinya.  


Sebagai seorang pemimpin, Salahuddin dikenal karena sifatnya yang rendah hati dan adil. Ia tidak hidup dalam kemewahan meskipun memiliki kekuasaan yang luas. Ia lebih mengutamakan kesejahteraan rakyatnya, membangun sekolah, masjid, rumah sakit, serta memastikan bahwa pemerintahannya bersih dari korupsi. Salahuddin juga dikenal sebagai sosok yang religius dan sangat disiplin dalam menjalankan ibadah. Ia selalu mengutamakan prinsip Islam dalam setiap kebijakan yang diambilnya.  


Pada 4 Maret 1193, Salahuddin wafat di Damaskus dalam kondisi hampir tidak memiliki harta pribadi, karena sebagian besar kekayaannya telah ia gunakan untuk perjuangan Islam dan kepentingan rakyatnya. Kepergiannya meninggalkan warisan besar bagi dunia Islam, baik dalam bidang militer, politik, maupun sosial. Salahuddin tetap dikenang sebagai simbol kepemimpinan yang adil, keberanian, serta toleransi dalam Islam. Hingga kini, namanya terus diingat sebagai inspirasi bagi banyak orang, terutama dalam hal perjuangan membela kebenaran dan keadilan.

Posting Komentar

0 Komentar