A. SISTEM SOSIAL
1. Pengertian Sistem
Ditinjau secara etimologis, istilah sistem berasal dari bahasa Yunani, yaitu systema, artinya, sehimpunan dari bagian atau komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan. Berbeda dengan mozaik yang merupakan sekumpulan pecahan-pecahan kaca tanpa ada kaitan, maka sebuah sistem terdiri dari pecahan-pecahan subsistem yang saling terkait erat satu sama lain dan merupakan satu kesatuan. Dalam berbagai perbincangan akademis, pengertian sistem kemudian terus berkembang dan menunjuk pada beberapa arti. Pertama, pengertian sistem yang digunakan untuk menunjuk sehimpunan gagasan atau ide yang tersusun, terorganisasi dan membentuk suatu kesatuan yang logis dan kemudian dikenal sebagai buah pikiran filsafat tertentu, agama, atau bentuk pemerintahan tertentu. Misalnya, sistem teologi Agustinus, sistem pemerintahan demokratis, dan semacamnya. Kedua, pengertian sistem yang digunakan untuk menunjuk sekelompok atau sehimpunan atau kesatuan ( unity ) dari benda-benda tertentu, yang memiliki hubungan secara khusus. Misalnya, sepeda, sepeda motor, mobil dan semacamnya. Dan ketiga, pengertian sistem yang dipergunakan dalam arti metode atau tata cara. Misalnya, sistem mengetik sepuluh jari, sistem modul dalam pengajaran, sistem belajar jarak jauh, dan semacanya. [1]
Terlepas dari apa pun pengertian sistem tersebut, kita dapat menemui suatu karakteristik yang selalu melekat pada setiap sistem, yaitu bahwa sistem selalu terdiri dari unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lain sebagai suatu kesatuan. Secara lebih rinci, karakteristik dari sebuah sistem adalah :
1. Sistem terdiri dari banyak bagian atau komponen.
2. Komponen-komponen sistem saling berhubungan satu sama lain dalam suatu pola saling ketergantungan.
3. Keseluruhan sistem lebih dari sekadar penjumlahan dari komponen-komponennya. Artinya,dalam pengertian sistem yang terpenting bukanlah soal kuantitas suatu komponen sistem, tetapi soal kualitas dari komponen suatu sistem secara keseluruhan.
Oleh karena itu, Talcott Parsons kemudian memberi arti sistem sebagai sebuah pengertian yang menunjuk pada adanya interpedensi antara bagian-bagian, komponen-komponen, dan proses-proses yang mengatur hubungan-hubungan tersebut. Pada pengertian tersebut memang tampak lebih spesifik, karena lebih menekankan pada interdependensi antar komponennya. Masalah interdependensi di sini berarti, tanpa keikut sertaan salah satu bagian atau komponennya saja, maka hubungan tersebut akan mengalami suatu guncangan. Oleh karena itu, untuk menjelaskan pengertian sistem kita harus menjelaskannya secara keseluruhan atau secara holistik.
Teori sistem sosial pertama kali diperkenalkan oleh seorang sosiolog Amerika, Talcott Parsons. Konsep sistem sosial merupakan konsep relasional sebagai pengganti konsep eksistensional perilaku sosial. Konsep struktur sosial digunakan untuk analisis yang abstrak, sedangkan konsep sistem sosial merupakan alat analisis terhadap organisasi sosial. Konsep sistem sosial adalah alat pembantu untuk menjelaskan tentang kelompok-kelompok manusia. model ini bertitik tolak dari pandangan bahwa kelompok-kelompok manusia merupakan suatu sitem.[2]
Mobil adalah sebuah contoh dari suatu sistem mekanik, di mana mobil tersebut memiliki banyak kompenen dan jika komponen-komponen tersebut dihubungkan secara teratur dan kemudian membentuk suatu kelengkapan, maka ia akan dapat berfungsi sebagai mobil. Sebaliknya, meski komponen-komponen mobil tersebut lengkap, tetapi tidak dihubungkan secara teratur dan tidak membentuk suatu kelengkapan dari mobil , maka ia tidak akan berfungsi sebagai mobil. Melalui contoh tersebut tampak bahwa esensi dari sebuah sistem tidak hanya berupa penjumlahan dari komponen-komponennya saja, tetapi juga keteraturan dari komponen-komponennya.
Sementara itu dalam kehidupan sehari-hari, pernahkah Saudara terluka pada salah satu ujung jari kaki? Luka yang saudara alami mungkin hanya selebar 1 cm saja. Sepintas luka itu mungkin kelihatannya hanya sepele dan tidak berbahaya. Tetapi karena seluruh badan saudara merupakan sebuah sistem organik yang saling terkait, maka derita yang saudara alami sedikit banyak akan terasa di seluruh bagian tubuh saudara yang lain. Dalam konteks ini, orang yang tidak paham tentang masalah sistem, barangkali menganggap saudara terlalu mengada-ada, karena luka yang hanya selebar 1 cm pada jari kaki saja bisa membuat semua anggota badan terasa sakit. Ketidakpahaman tentang arti sebuah sistem itulah yang bisa menjadi salah satu faktor, yang menyebabkan orang tidak memahami bahwa manusia itu sesungguhnya merupakan sebuah sistem yang komponen-komponennya saling kait-mengait satu sama lain. Masing-masing organ tubuh manusia memang memiliki fungsi dan peran yang berbeda-beda. Kaki untuk berjalan atau menendang, tangan untuk makan atau memegang benda, telinga untuk mendengar, dan sebagainya. Tetapi, satu hal yang perlu diingat bahwa masing-masing bagian itu bukanlah berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan satu sama lain dan membentuk sebuah keseluruhan.[3]
Tiap-tiap sistem sosial terdiri atas pola-pola perilaku tertentu yang mempunyai struktur dalam dua arti, yaitu : pertama, relasi-relasi sendiri antara orang-orang bersifat agak mantap dan tidak cepat berubah. Kedua, perilaku-perilaku mempunyai corak atau bentuk yang relatif mantap.
Parsons menyusun strategi untuk analisi fungsional yang meliputi semua sistem sosial , termasuk hubungan berdua, kelompok kecil, keluarga, organisasi kompleks, dan juga masyarakat keseluruhan. Sebagai suatu sistem sosial, ia mempunyai bagian yang saling bergantung antara yang satu dengan yang lainnya di dalam satu kesatuan. Kesemuanya saling mengkait satu sama lain dalam kebudayaan yang saling menguntungkan. Dalam suatu sistem sosial , paling tidak harus terdapat empat hal, yaitu
1. Dua orang atau lebih.
2. Terjadi interaksi di antara mereka.
3. Bertujuan
4. Memiliki struktur, simbol, dan harapan-harapan bersama yang dipedomaninya.
Lebih lanjut Parsons mengatakan bahwa sistem sosial tersebut dapat berfungsi apabila dipenuhi empat persyaratan fungsional, yaitu :
1. Adaptasi, menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya.
2. Mencapai tujuan, merupakan persyaratan fungsional bahwa tindakan itu diarahkan pada tujuan-tujuannya ( bersama sistem sosial )
3. Integrasi, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antara para anggota dalam sistem sosial.
4. Pemeliharaan pola-pola tersembunyi, konsep latensi pada berhentinya interaksi akibat keletihan dan kejenuhan sehingga tunduk pada sistem sosial lainnya yang mungkin terlibat.
Model persyaratan fungsional Parsons ini dapat digunakan untuk menganalis interaksi di antara pola-pola institusional utama di dalam sistem-sistem sosial yang lebih besar.
Sistem sosial terdiri atas satuan-satuan interaksi sosial. Unsur-unsur tersebut membentuk struktur sistem sosial itu sendiri dan mengatur sistem sosial. Unsur-unsur tersebut ada sepuluh yaitu :
1. Keyakinan ( pengetahuan )
2. Perasaan ( sentimen )
3. Tujuan,sasaran, atau cita-cita.
4. Norma
5. Kedudukan peranan ( status )
6. Tingkatan ( pangkat )
7. Kekuasaan atau pengaruh ( power )
8. Sangsi
9. Sarana atau fasilitas
10. Tekanan ketegangan ( stres-strain )
Selanjutnya Parsons mengembangkan suatu kerangka konseptual yang mencerminkan hubungan sistematis antara sistem-sistem sosial, walaupun kemudian dia kembali pada masalah-masalah integrasi yang timbul dari artikulasi kebudayaan dan sistem kepribadian dalam hubungannya dengan sistem sosial. Hal yang penting dari konseptualisasi sistem sosial adalah konsep pelembagaan atau intitusionalisasi, yang mengacu pada pola-pola interaksi yang relatif stabil antara pelaku-pelaku dalam kedudukan masing-masing. Pola-pola demikian diatur secara normatif dan dipengaruhi oleh pola-pola kebudayaan. Pengaruh nilai-nilai tersebut mungkin terjadi melalui dua cara yaitu;
a. Nilai-nilai yang mengatur perilaku peranan dapat mencerminkan nilai-nilai umum dan kepercayaan dalam kebudayaan.
b. Nilai-nilai kebudayaan dan pola-pola lainnya mungkin menjiwai sistem kepribadian, dan mempengaruhi struktur kebutuhan-kebutuhan dari sistem, yang menentukan kehendak pelaku untuk menetapkan peranan-peranan dalam sistem sosial.
Parsons memandang institusionalisasi baik sebagai proses maupun struktur. Pada awalnya dia membicarakan proses institusionalisasi dan hanya mengacu pada hal itu sebagai suatu struktur. Sebagai suatu proses, institusionalisasi dapat digolongkan ke dalam tipe-tipe tertentu dengan cara berikut.
a. Para pelaku dengan beraneka ragam orientasi memasuki situasi tempat mereka harus berinteraksi.
b. Cara pelaku berorientasi merupakan pencerminan dari struktur kebutuhannya dan bagaimana struktur kebutuhan itu telah diubah oleh penjiwaan pola-pola kebudayaan.
c. Melalui proses interaksi tertentu, muncullah kaidah-kaidah pada saat para pelaku saling menyesuaikan orientasi masing-masing.
d. Kaidah-kaidah itu timbul sebagai suatu cara saling menyesuaikan diri, dan juga membatasi pola-pola kebudayaan umum.
e. Selanjutnya kaidah-kaidah itu mengatur interaksi yang terjadi kemudian, sehingga tercipta keadaan stabil.
Melalui cara-cara itu pola-pola institusionalisasi tercipta, dipelihara dan diubah. Apabila interaksi telah melembaga, maka dapat dikatakan terdapat suatu sistem sosial. Suatu sistem sosial tidak harus merupakan masyarakat yang menyeluruh, namun setiap pola interaksi yang diorganisasi baik secara mikro maupun makro, merupakan suatu sistem sosial. Apabila pusat perhatian diarahkan pada masyarakat secara total atau bagian-bagiannya yang mencakup himpunan pola-pola peranan yang terlembaga, Parsons lazimnya menyebutnya sebagai sub-sistem.[4]
B. STRUKTUR SOSIAL
Pada uraian mengenai telaah yang digunakan, telah dipaparkan bahwa masyarakat itu dapat ditinjau dari sudut struktural dan sudut dinamikanya. Sudut struktural dinamakan juga struktur sosial, yaitu jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah-kaidah atau norma-norma sosial, lembaga-lembaga sosial serta lapisan-lapisan sosial.
Dengan demikian, unsur-unsur pokok dari struktural sosial suatu masyarakat terdiri dari :
1. Kelompok-kelompok sosial
2. Lembaga-lembaga sosial atau institusi sosial
3. Kaidah-kaidah atau norma-norma sosial
4. Lapisan-lapisan sosial atau stratifikasi sosial
Terdapat pandangan lain terhadap unsur-unsur dari struktur sosial dan kelihatannya pandangan ini hanyalah berbeda dalam kuantitas dari komponen atau struktur sosial. Raymond Firth, misalnya menyatakan bahwa struktur sosial suatu pergaulan hidup manusia meliputi berbagai tipe kelompok yang terjadi dari banyak orang dan meliputi pula lembaga-lembaga didalam mana orang orang banyak tersebut ambil bagian. Oleh karena pandangan tersebut hanyalah berbeda dalam segi kuantitas, maka pembahasan mengenai struktur sosial disini akan disandarkan pada unsur-unsur yang dikemukakan oleh pandangan pertama. [5]
Dalam hal menganalisis masyarakat, seorang peneliti memerinci kehidupan masyarakat itu ke dalam unsur-unsurnya, yaitu pranata, kedudukan sosial, dan peranan sosial. Walaupun demikian, tujuan si peneliti adalah untuk kemudian mencapai pengertian mengenai prinsip-prinsip yang berkaitan dengan berbagai unsur masyarakat itu. Sebagai contoh dapat disebut disini seorang peneliti yang bertujuan mencapai pengertian mengenai bagaimana dalam suatu masyarakat tertentu misalnya, kedudukan ayah berkaitan dengan anak, istri dan kedudukan-kedudukan kerabat lainnya diluar keluarga inti, meengenai berbagai hak dan kewajibannya,mengenai intensitas, sifat, mutu dan frekuensi dari pola-pola kaitan itu, dan juga dengan kedudukan-kedudukan lain di luar kelompok kerabatnya.[6]
a. Ciri-ciri struktur Sosial yaitu:
1. Muncul pada kelompok masyarakat
2. Berkaitan erat dengan kebudayaan
3. Dapat berubah dan berkembang
b. Fungsi Struktur Sosial
Sebagai fungsi identitas, struktur sosial berfungsi sebagai penegas identitas yang dimiliki oleh sebuah kelompok. Kelompok yang anggotanya memeliki kesamaan dalam latar belakang ras, sosial,dan budaya akan mengembangkan struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda.
Sebagai fungsi kontrol dalam kehidupan bermasyarakat, selalu muncul kecenderungan dalam diri individu untuk melanggar norma, nilai atau peraturan lain yang berlaku dalam masyarakat. Bila individu tadi mengingat peranan dan status yang dimilikinya dalam struktur sosial, kemungkinan individu tersebut akan mengurungkan niatnya melanggar aturan. Pelanggaran aturan akan berpotensi menimbulkan konsekuensi yang pahit.
Fungsi pembelajaran, hal ini dikarenakan masyarakat adalah salah satu tempat berinteraksi. Dan banyak hal yang dapat dipelajari yaitu berupa sikap, kebiasaan, kepercaayaan dan kedisiplinan.
[1] J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi, Jakarta : Kencana,2004, hlm. 123.
[2] M.Munandar Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar, Bandung: PT.Eresco. 1995, hlm.16.
[3] J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi, Jakarta : Kencana,2004, hlm.122.
[4] Soerjono Soekanto, fungsionalisme Imperatif, Jakarta: Rajawali,1986, Cetakan Pertama, hlm. 36.
[5] Soleman B. Toneko, Struktur dan Proses Sosial, Jakarta: PT,RajaGRafindo Persada,1993,hlm.48.
[6] Kontjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta :PT.Asdi Mahasatya,cetakan IX, 2009,hlm.140.
0 Komentar