MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP
( CITA-CITA, KEBAJIKAN, KEYAKINAN, USAHA, DAN PERJUANGAN )
A. Pandangan hidup
Setiap orang mempunyai pandangan hidup. Umumnya pandangan hidup menyangkut eksistensi didunia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama, dan dengan alam dunia tempat dia berdiam. Pada dasarnya apa yang disebut pandangan hidup itu berkaitan erat dengan sikap manusia terhadap Tuhannya , terhadap sesamanya , terhadap alam dunia yang melingkunginya.
Bagaimana dia bersikap terhadap Tuhan, terhadap sesama, terhadap alam dunia, itu sangat tergantung dari pengalaman-pengalaman konkret yang diperolehnya ketika dia berhadapan dengan realitas-realitas tersebut. Pengalaman-pengalaman itulah yang kemudian membentuk sikap hidup manusia terhadap realitas-realitas yang ada di sekitarnya,yang pada gilirannya membentuk pandangan hidupnya. Dengan pandangan hidup, manusia mencoba memahami alam kehidupan dengan segala realitas yang ada didalamnya. Dengan demikian dia berusaha menangkap makna dan tujuan keberadaannya di dunia ini.
Pandangan hidup bukan saja perlu, melainkan mutlak diperlukan sebab tanpa pandangan hidup, manusia tak punya pedoman arah yang jelas. Tanpa pandangan hidup , manusia tak punya pedoman untuk berprilaku dan bertindak. Dengan pandangan hidup, manusia menemukan bahwa hidupnya didunia ini punya perspektif, punya tujuan. Maka dapat dikatakan bahwa pandangan hidup merupakan dasar pembentukan cita-cita, nilai-nilai kehidupan, kebajikan, dan segala macam perilaku yang baik.
Namun perlu juga diperhatikan bahwa hubungan antara pandanan hidup dengan perilaku ataupun tindakan manusia tidaklah bersifat searah melainkan bersifat timbal balik. Tidak hanya pandangan hidup yang mempengaruhi tindakan manusia. Sebaliknya, tindakan manusia pun pada gilirannya akan kembali mempengaruhi pandangan hidupnya.[1]
Pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, yang dipilih secara selektif oleh para di individu dan golongan di dalam masyarakat. Dalam kehidupan manusia tidak dapat melepaskan diri dari cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup itu. Sistem nilai budaya sering juga merupakan pandangan hidup atau World view bagi manusia yang menganutnya. Apabila “ sistem nilai” merupakan pedoman hidup yang di anut oleh sebagian besar warga masyarakat, “ pandangan hidup “ merupakan suatu sistem pedoman yang dianut oleh golongan-golongan atau, lebih sempit lagi, oleh individu- individu khusus dalam masyarakat. Oleh karena itu, hanya ada pandangan hidup golongan atau individu tertentu, tetapi tak ada pandangan hidup seluruh masyarakat.
Pandangan hidup masyarakat merupakan bagian hidup manusia. Tidak ada seorang pun yang hidup tanpa pandangan hidup itu mencerminkan cita-cita atau aspirasinya. Apa yang dikatakan oleh seseorang adalah pandangan hidup karena dipengaruh oleh pola berpikir tertentu. Tetapi, terkadang sulit dikatakan sesuatu itu pandangan hidup, sebab dapat pula hanya suatu idealisasi belaka yang mengikuti kebiasaan berpikir yang sedang berlangsung di dalam masyarakat.
Sifat pandangan hidup elastis, bergantung pada situasi dan kondisi, tidak selamanya bersifat prinsifil atau hakiki. Bahkan pandangan hidup dapat terjadi tidak dengan kesadaran atau “ kesadaran yang dinyatakan “ tetapi “ kesadaran yang tak diyatakan “, sebagai akibat kepengapan kondisi.
B. pandangan hidup dan ideologi
Ideologi menurut William mengandung dua hal, yaitu:
1. Unsur-unsur filsafat yang digunakan, atau usulan-usulan yang digunakan sebagai dasar untuk kegiatan.
2. Pembenaran intelektual untuk seperangkat norma-norma, seperti kapitalisme dan sebagainya.
Ideologi merupakan komponen dasar terakhir dari sistem-sistem sosial budaya. Pengertian ini menyangkut sistem-sistem dasar kepercayaan dan petunjuk hidup sehari-hari. Suatu ideologi bagi masyarakat tersusun dari tiga unsur
a. Pandangan hidup
b. Nilai-nilai
c. Norma-norma
Pendapat ini menunjukka bahwa pandangan itu merupakan bagian dari ideologi kebudayaan dapat membuat kemungkinan-kemungkinan menjawab pertanyaan “ mengapa “ tentang sesuatu dari kehidupan. Untuk menjawabnya , masyarakat mengekspresikan hasil kebudayaannya untuk mencapai beberapa pengertian. Dalam kenyataan ternyata ilmu pengetahuan mampu menjawab pertanyaan “ mengapa “ nya sesuatu, tetapi sekaligus mengundang pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. Dalam beberapa hal dapat digunakan beberapa keterangan, tetapi untuk pertanyaan mendasar seperti: apakah sesungguhnya kenyataan didunia ini ? dan sebagainya , pertanyaan ini tidak dapat di jawab oleh pengetahuan. Pertanyaan ini hanya dapat dijawab atau menimbulkan jawaban-jawaban yang sifatnya dasar-dasar dari kepercayaan. Tetapi ini bukan berarti bahwa permainan akal tidak terbentuk. Banyak orang menggambarkan kesimpulannya dari observasi dan pengalamannya dengan teliti, sebagaimana kemampuan rasional mereka, tetapi pada analistis terakhirnya kekuatan mereka mengambil suatu langkah loncatan kepercayaan dan mengatakan, “ percaya....”
Variasi –variasi pengalaman kemanusiaan yang dikombinasikan dengan kebutuhan untuk suatu kepercayaan dunia akan menghasilkan banyak variasi ( tak terbatas ) dalam pandangan hidup. Masyarakat sekarang berbeda dengan masyarakat yang telah lalu, masyarakat dahulu cenderung didominasi oleh pandangan hidup tertentu. Masyarakat modern, dalam berbagai hal, telah menciptakan adanya pandangan-pandangan untuk pengabdian dirinya . untuk suatu masyarakat industri, pandangan hidup bukan merupakan sumber integrasi,sebagaimana halnya untuk masyarakat dahulu. Adanya kecenderungan reidologi dan retradisionalisasi masyarakat merupakan contoh yang nyata.
Pada abad ke 18 dan awal abad ke 20 banyak orang berpikir bahwa ilmu pengetahuan dapat menggantikan semua kedudukan ideologi ( termasuk pandangan hidup ) dan merupakan pelengkap terakhir dari keterbatasan pandangan hidup. Sudah mafhum bahwa sains modern telah memikirkan segala sesuatu, bahkan mendidik pribadi untuk bersikap mengambil sejumlah kemudahan dalam merumuskan pandangan hidupnya. Tetapi, lambat laun sains tidak dapat menghasilkan kreasinya, dalam kenyataan ia menghindar dari soal-soal alam yang mendasar tentang realitas.
Seperti diuraikan di muka, didalam ideologi tidak hanya ada norma dan pandangan hidup, tetapi ada nilai-nilai. Hanya yang penting ialah bahwa nilai-nilai itu cenderung mengikat pandangan hidup. Pandangan hidup merupakan pelengkap nilai-nilai dalam mebuat pembenaran atau rasionalisasi untuk nilai-nilai, seperti untuk melakukan suatu kegiatan, pandangan hidup memberi seangat pada nilai-nilai. Demikian pula norma-norma digunakan untuk hampir seluruh aturan khusus. Bedanya dengan nilai, kedudukan nilai selalu dalam pengertian umum. Norma berlaku dalam menentukan perilaku perintah atau larangan untuk suatu kewajiban dan peranan spesifik dalam situasi yang spesifik pula sehingga norma menjiwai pandangan hidup dalam hal-hal yang spesifik.
Dari uraiaan di atas, nampak pada kita bahwa ideologi lebih luas daripada pandangan hidup. Ideologi biasanya tidak dipakai dalam hubungan individu. Ideologi dipakai dalam konteks yang lebih luas, seperti ideologi negara, ideologi masyarakat, atau ideologi kelompok tertentu. Ideologi sebagai pedoman hidup merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai oleh banyak individu dalam masyarakat . tetapi, lahirnya suatu ideologi dapat disusun secara sadar oleh tokoh-tokoh pemikir suatu masyarakat atau golongan tertentu dari masyarakat, yang diperuntukan bagi masyarakat. [2]
C. BEBERAPA TIPE PANDANGAN HIDUP
a. Pandangan Hidup Umum
Umumnya orang melihat kehidupan sebagai cukup bernilai bila kebutuhan-kebutuhan pokok hidupnya terpenuhi. Kebutuhan-kebutuhan pokok termaksud pertama-tama mencakup kebutuhan akan makan, minum, dan sebagainya. Selain itu kebutuhan akan suatu hidup bersama yang akrab dengan orang lain. Sementara itu ada pula sekelompok orang yang merasa sebagai kebutuhan juga untuk menikmati kekayaan dunia, seperti keindahan alam dan hasil-hasil kesenian.
Tidak jadi soal dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Yang jadi soal ialah bagaimana cara pemenuhannya. Ada orang yang berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan membatasi perhatiannya pada kepentingan-kepentingannya sendiri. Sehingga lingkungan hidup mereka pun menjadi terbatas , yakni terbatas pada rumah tangga dan lingkungannya sendiri. Orang-orang semacam ini bukanlah tipe orang yang peduli akan kepentingan bersama. Dengan membatasi diri mereka berharap dapat menikmati hidup semaksimal mungkin.
Jika diperkatikan, maka akan terlihat bahwa cara hidup semacam itu dilatarbelakangi oleh suatu pandangan hidup yang mengatakan bahwa hidup di dunia ini memang penuh dengan kesusahan, baik penderitaan dan duka, maupun kejahatan, menurut mereka , tak dapat diatasi. Pokoknya , segala kekurangan yang ada pada manusia mustahil untuk dipulihkan. Maka jangan pula terlalu mengharapkan sesuatu yang ideal. Bagi mereka sikap hidup yang baik ialah pasrah terhadap suatu nasib yang tak terelakkan. Sikap pasrah semacam itu akan membuat orang merasa aman.
Namun tidak semua orang ingin membatasi hidupnya hanya dalam lingkungan tertentu. Tidak semua orang menempuh cara hidup sempit dan terbatas. Ada pula orang yang mau hidup dan bekerja dengan penuh semangat untuk kepentingan bersama, demi kepentingan masyarakat luas. Demi kepentingan bersama itu, ada orang yang misalnya mau terjun dalam dunia politik, dunia pendidikan, dan dalam berbagai bidang sosial lainnya. Ada yang bahkan mau bekerja dan mengabdikan diri demi kepentingan umat manusia di dunia. Disini orang tidak lagi melihat perbedaan antara manusia. Perbedaan ras, perbedaan status sosial, perbedaan suku, bangsa, agama dan sebagainya bukan merupakan penghalang untuk menggalang kerja sama demi terwujudnya kesejahteraan bersama.
Pandangan hidup yang melatarbelakangi cara hidup yang baru saja diungkapkan itu tidak mengingkari fakta kesusahan, penderitaan, dan kejahatan. Keterbatasan manusia dalam mengatasi kesusahan, penderitaan, dan kejahatan justru sangat diakui. Namun disini keterbatasan itu diatasi dengan kerja sama, dengan membangun suatu kehidupan bersama. Di sini jelas ada optimisme. Tapi bukan optimismeyang berlebih-lebihan. Sebab, optimisme yang berlebihan kerap kali mengingkari kenyataan hidup yang sesungguhnya.
b. Pandangan Hidup Negatif
Jika refleksi di atas diteruskan, maka kita akan sampai pada dua kesimpulan sebagai berikut. Pertama, ada orang yang memandang kehidupan di dunia ini secara negatif, dan ada pula orang yang memandang secara positif.
Pandangan hidup negatif bersumber dari fakta bahwa hidup ini mempunyai sisi negatif seperti penderitaan, kemalangan, duka cita, kejahatan, dan semacamnya, yang senantiasa menyertai langkah hidup manusia. Apalagi fakta-fakta tersebut pun tak bisa diatasi manusia secara tuntas. Manusia memang kerap kali tak berdaya ketika diterpa penderitaan dan kesusahan.
Orang yang berpandangan hidup negatif melihat kehidupan ini sebagai sesuatu yang absurd, hampa, kosong, tiada berarti. Dan semuanya akan berakhir dengan kematian. Hidup dihadapi dan dijalankan dengan sikap yang lebih pesimistis ketimbang optimistis. Bagi mereka, tiada harapan yang berarti.
Pandangan hidup negatif secara nyata menampakkan diri dalam fenomena ketakutan. Karena hidup dianggap tiada berarti, dan karena harapan pun dianggap hampa, maka ketakutanlah yang merajalela. Rasa takut mengisi kehidupan orang-orang yang berpandangan hidup negatif. Namun ketakutan yang meliputi mereka itu tidak sama dengan rasa takut terhadap hidup karena psike yang lemah. Ketakutan mereka juga tidak sama dengan rasa takut karena suatu disharmoni intern ( ketidakharmonisan dalam diri seseorang ) karena rasa berdosa atau karena suatu konflik batin. Menurut huijbers, ketakutan mereka itu disebut ketakutan eksistensial, yakni suatu rasa takut yang mencekam seluruh eksistensi seorang manusia. Tetapi ketakutan semacam ini sebenarnya tidak punya objek. Artinya, sebenarnya tidak ada suatu objek tertentu untuk ditakuti. Namun orang menjadi takut karena hidupnya terasa kosong, tak berarti. Ketakutan eksistensial disebabkan oleh ketidaksenangan pribadi dengan hidup, atau karena sikap pesimistis terhadap hidup. Karena itu ketakutan semacam ini tak pantas menjadi dasar pandangn hidup manusia. Lain halnya dengan ketakutan objektif, yaitu ketakutan yang mempunyai sebab yang jelas. Misalnya,orang( pantas ) merasa takut karena ada ancaman pembunuhan atas dirinya. Fungsi ketakutan semacam ini ialah menjaga agar manusia tetap waspada terhadap bahaya yang mengancam hidupnya.
c. Pandangan Hidup Positif
Lain orang yang berpandangan hidup negatif, lain orang yang berpandangan hidup positif. Orang yang berpandangan hidup positif memandang hidup sebagai sesuatu yang bermakna, meskipun secara nyata, kehidupan ini pun mempunyai sisi-sisi yan negatif, sebagaimana terungkap di atas. Bagi mereka, hidup ini tak sekelabu seperti yang dikira oleh orang- orang pesimis.
Dunia orang pesimis dianggap penuh penderitaan, oleh orang-orang yang berpandangan hidup positif justru dianggap sebagai suatu tempat tinggal yang membetahkan. Ada keindahan dalam hidup ini. Ada harapan untuk mencapai sesuatuyang didambakan atau dicita-citakan. Karena manusia tidak hidup sendirian di dunia ini. Relasi-relasi akrab, kebersamaan dengan orang lain merupakan jaminan bagi suatu kehidupan yang penuh arti. Apalagi hidup manusia pun selalu dalam relasi dengan Tuhan yang merupakan dalam pelabuhan terakhir segala kerinduan dan harapan manusia. Maka bagi orang-orang yang berpandangan hidup positif, tidak ada alasan untuk takut dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan problem dan tantangan ini.
Sikap optimistis yang dimiliki orang yang berpandangan hidup positif tidak membuat yang bersangkutan mengabaikan realitas penderitaan, duka, dan kejahatan, dan lain-lain. Orang yang optimistis yang dimaksud di sini adalah orang yang realistik, yang mengakui adanya sisi-sisi kehidupan yang bersifat negatif. Namun mereka punya kesadaran bahwa sisi-sisi negatif tidak lain merupakan konsekuensi logis dari kehidupan yang terus-menerus dalam proses perkembangan. Hidup dan kehidupan ini tidak bersifat sempurna, tidak juga bersifat statis. Kehidupan ini adalah suatu proses perkembangan yang membawa manusia kepada kesempurnaan atau kebutuhan diri, dengan melalui berbagai masalah dan tantangan, bahkan harus melalui penderitaan dan duka lara yang hebat. [3]
D. SUMBER PANDANGAN HIDUP
Macam-macam pandangan hidup berdasarkan sumbernya, dapat digolongkan ke :
1. Pandangan hidup yang bersumber dari Agama ( pandangan hidu Muslim ). Pandangan hidup ini memiliki kebenaran mutlak. Sebagai contoh, pandangan hidup muslim bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Dengan demikian maka pandangan hidup muslim ialah pandangan muslim yang setia kepada islam tentang berbagai masalah asasi hidup manusia, merupakan jawaban. Muslim yang islam oriented mengenai berbagai persoalan pokok hidup manusia. Pandangan hidup muslim terdiri atas : pedoman hidupnya ialah Islam, dasar hidupnya ialah islam, tujuan hidupnya vertikal dan horizontal. Ditinjau dari segi laingkungan tujuannya sebagai individu, anggota keluarga, warga lingkungan, negara atau bangsa, dunia, alam semesta.
Demikian gambaran pandangan hidup muslim sehingga jelas keterangannya. Pandangan hidup muslim, ruang lingkupnya meliputi seluruh bidang hidup manusia. Ia hendak menuang bukan saja kehidupan perseorangan, melainkan juga susunan masyarrakat manusia ke dalam pola-pola yang sehat sehingga ajaran islam dapat dibangun dengan sebenar-benarnya di permukaan bumi.[4]
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PANDANGAN HIDUP
Secara umum dapat dikatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi hidup manusia, yaitu situasi hidup pribadi dan psike ( jiwa ) orang masing-masing. Bila situasi hidup baik, maka penilaian atau pandangan terhadap kehidupan akan lain daripada bila situasi hidup pribadi kurang menguntungkan. Orang kaya, apalagi yang sehaat dan kuat, misalnya, akan memandang kehidupan sebagai sesuatu yang berarti daripada orang yang terus menerus didera kemiskinan dan penderitaan. Yang jelas, si kaya punya kemungkinan lebih besar untuk membangun cita-cita kehidupannya ketimbang si miskin.
Menurut Huijber, ada beberapa hal yang bisa membuat orang memandang hidup secara kurang positif. Pertama, keadaan jasmani yang kurang baik. Keadaan ini berkaitan dengan keadaan dunia fisik dan keadaan tubuh manusia. Orang yang tidak sehat tubuhnya akan memandang kehidupan ini secara negatif. Kedua, kemiskinan. Kemiskinan itu berkaitan langsung dengan kebutuhan –kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, papan, dan sebagainya. Ketiga, ketidakadilan. Apa yang diharapkan orang dari kehidupan masyarakat adalah suatu kehidupan bersama dimana semua orang diberi kesempatan yang sama untuk membangun dan mengembangkan hidupnya. Namun kenyataan , ada saja kelompok masyarakat, khususnya masyarakat bawah , yang berpeluang sangat kecil untuk meningkatkan taraf hidupnya. Jika situasi ini tidak segera di perbaiki, maka mereka akan cenderung memandang hidup ini dengan negatif. Keempat, malapetaka. Bisa terjadi ,malapetaka dapat memusnahkan nilai-nilai hidup seseorang. Malapetaka bisa membuat orang takut. Dan malapetaka yang paling ditakuti manusia ialah peperangan. Perang yang terus menerus berkecamuk membuat orang memandang negatif.
Situasi ini terbentuk berdasarkan beberapa faktor , yaitu faktor bakat yang berasal dari keturunan, faktor pendidikan, dan faktor-faktor pengalaman dalam kehidupan. Interaksi antar faktor-faktor ini pada gilirannya akan melahirkan manusia yang berwatak gembira, bersuasana hati riang, yang tenggelam dalam kesedihan, dan yang bewatak pemarah.
Namun perlu dicatat pula disini, bahwa situasi jiwa meskipun penting dalam pembentukan pandangan hidup, tetapi tidak bersifat menentukan. Sebab, reaksi jiwa manusia terhadap suatu situasi bersifat subjektif dan spontan, sedangkan pandangan hidup lebih merupakan hasil pemikiran, yang didalamnya pertimbangan-pertimbangan rasional ikut diperhitungkan juga. Pandangan hidup yaitu berupa :
1. CITA-CITA
Pandangan terdiri atas cita-cita, dalam kehidupannya, manusia tidak dapat melepaskan diri dari cita-cita, kebajikan dan sikap hidup itu.
Orang tua selalu menimang-nimang anaknya sejak masih bayi agar menjadi dokter, insinyur, dan sebagainya. Ini berarti sejak anaknya lahir, bahkan sejak dalam kandungan, orang tua sudah berangan-angan agar anaknya mempunyai jabatan atau profesi yang tak tercapai oleh orang tuanya.
Selain itu, pada setiap kelahiran bayi, doa yang diucapkan oleh famili atau handai taulan biasa berbunyi, “ Semoga kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, agama dan berbakti kepada orang tua.”
Karena itu, wajarlah bila cita-cita, kebijaksanaan, dan pandangan hidup merupakan bagian hidup manusia. Tidak ada orang yang hidup tanpa cita-cita , tanpa berbuat kebajikan, dan sikap tetap hidup. Kadar atau tingkat cita-cita, kebajikan dan sikap hidup itu berbeda-beda bergantung pada pendidikan, pergaulan, dan lingkungan masing-masing.
Itulah, sebabnya cita-cita, kebajikan dan sikap hidup banyak menimbulkan kreativitas manusia. Banyak seseorang.
Cita-cita adalah perasaan hati atau suatu keinginan didalam hati, sering kali diartikan sebagai angan-angan, keinginan, kemauan, niat, dan harapan. Cita-cita penting bagi manusia, karena adanya cita-cita menandakan kedinamikan seseorang.
Ada tiga kategori keadaan hati seseorang yaitu keras, lunak, dan lemah. Orang yang berhati keras, tak berhenti berusaha sebelum cita-citanya tercapai. Ia tidak menghiraukan rintangan , tantangan, dan segala kesulitan yang dihadapinya. Orang seperti ini biasanya mencapai hasil yang gemilang dan sukses dalam hidupnya.
Orang yang berhati lemah, mudah, mudah terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Bila menghadapi kesulitan cepat-cepat berganti haluan, berganti keinginan.
Cita-cita, keinginan, harapan, banyak menimbulkan kreativitas para seniman, banyak hasil seni, seperti drama, novel, film, musik, tari, filsafat yang lahir dari kandungan cita-cita, keinginan, harapan, dan tujuan. [5]
2. KEBAJIKAN ( KEBAIKAN )
Kebajikan ( kebaikan ) atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakikatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama dan etika.
Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia baik dan makhluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya, manusia cenderunng berbuat baik.
Manusia adalah suatu pribadi utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsur itu terpisah bila manusia meninggal. Karena merupakan pribadi, manusia mempunyai pendapat sendiri dan sebagainya. Inilah yang menyebabkan manusia mementingkan diri sendiri, sehingga ia tidak mengenal kewajiban .
Manusia merupakn makhluk sosial, hidup bermasyaratkat, saling membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat. Sebaliknya, adapula saling mencurigai, salin membenci, saling merugikan, dan sebagainya.
Manusia sebagai makhluk Tuhan, diciptakan untuk berkembang karena Tuhan. Untuk itu, manusia dilengkapi kemampuan jasmani dan rohani, juga fasilitas alam sekitarnya, seperti tanah, air, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.
Untuk melihat apa itu kebajikan, manusia sebagai anggota masyarakat, dan manusia sebagai makhluk Tuhan. Manusia sebagia pribadi dapat menentukan baik buruk. Yang menentukan baik buruk itu adalah suara hati yaitu semacam bisikan dalam hati untuk menimbang perbuatan baik atau tidak. Jadi, suara hati dapat menjadi hakim terhadap diri sendiri. Suara hati sebenarnya telah memilih yang baik, namun manusia sering kali tidak mendengarkan. Demikian pula dalam suara hati masyarakat yang menentukan baik buruk adalah masyarakat. Suara hati manusia adalah baik, tetapi belum tentu suara hati masyarakat menganggap baik. Sebagai anggota masyarakat, seseorang tidak dapat membebaskan diri dari kemasyarakatan.
Manusia sebagai makhluk Tuhan, manusia pun harus mendengarkan suara hati Tuhan. Suara Tuhan selalu membisikkan agar manusia berbuat baik dan mengelakkan perbuatan yang tidak baik. Jadi, mengukur perbuatan buruk, kita harus mendenar suara atau kehendak Tuhan yang berbentuk hukum Tuhan dan hukum negara.
Jadi, kebajikan adalah perbuatan yang selaras dengan suara hati kita, suara hati masyarakat, dan hukum Tuhan. Kebajikan berarti berkata sopan, santun, berbahsa baik, bertingkah laku baik, ramah tamah terhadap siapapun, dan berpakaian sopan.
Baik-buruk, kebajikan dan ketidakbijakan menimbulkan daya kreativitas bagi seniman. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi kebajikan dan ketidakbajikan.
Namun, ada pula kebajikan semu, yaitu kejahatan yang menyelubungi kebajikan. Kebajikan semu ini sangat berbahaya, karena pelakunya orang-orang munafik, yang bermaksud mencari keuntungan diri sendiri.
3. KEYAKINAN
Manusia dalam hidupnya mempunyai keyakinan atas suatu hal. Mengapa demikian, sebab manusia dalam hidupnya selalu mempunyai pengharapan dan cita-cita sehingga ia selalu berusaha untuk mewujudkan keyakinan dan pengharapannya dalam karya konkret. Keyakinan begitu pentingnya bagi manusia, dapat dikatakan sebagai salah satu syarat dalam kehidupannya. Tanpa keyakinan, kehidupan akan diliputi oleh perasaan bimbang. Keyakinan adalah sesuatu yang seharusnya dibela oleh orang yang memilikinya, tidak peduli apa pun yang bakal terjadi atau menimpa dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari unsur keyakinan. Yang kita kenal sebagai ibu kandung kita sesungguhnya diterima atas dasar keyakinan karena, selain teramat sulit untuk membuktikannya, juga kita tidak merasa perlu membuktikannya. Demikian pula pada saat kita makan, kita tidak terlepas dari unsur keyakinan bahwa makanan tersebut berguna , dan kita yakin tidak membahayakan. Dasar apa yang menyebabkan demikian, tentu karena ilmu pengetahuan dan pengalaman. Jadi, keyakinan itu timbul disebabkan oleh berbagai segi. Manusia dalam mewujudkan keyakinan dan pengharapannya mengikuti aturan-aturan tertentu atau norma, baik yang berhubungan dengan manusia. Alam, atau pun yang sifatnya ghaib.
Dalam dunia filsafat keyakinan tidak lepas dari akal sehat manusia sebagai titik berangkat atau pangkal pikiran. Rasionalisme yang diletakkan oleh sang penyangsi ( landasannya kesaksian ) tiada lain adalah keyakinan. Begitu juga idealisme ( yang menganggap unsur yang ada adalah idea ) dan materialisme ( yang menganggap unsur adalah materi ), keduanya merupakan keyakinan. Demikian pula atheisme yang kita kenal sebagai ketidakpercayaan akan adanya Tuhan, pada hakikatnya adalah keyakinan, yaitu yakin akan tidak adanya Tuhan.
Keyakinan akan suatu pengetahuan biasanya melalui suatu proses penerimaan pengetahuan, yaitu dengan pengesahan, keandalan, dan pemetaan pengetahuan. Ketiganya hanya metode pengujian saja, yang dianggap memadai untuk tumbuhnya keyakinan. Hal ini bergantung pada tradisi pengetahuan, katakanlah mungkin dengan penelitian empiris. Pada masyarakat yang pengetahuannya masih terbelakang, keyakinan dapat pula timbul dari dukun atau pawing yang dianggap memiliki kekuatan ghaib menurut anggota masyarakatnya. Pokonya, intensitas orang-orang atas keyakinan, berbeda-beda dan mempunyai cara-cara khusus tersendiri. Keyakinan tetap merupakan alat analisis yang amat penting meskipun terdapat aneka ragam keyakinan.
Manusia memerlukan suatu bentuk keyakinan dalam hidupnya karena keyakinan akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup budayanya. Dengan keyakinan yang sempurna, hidup manusia tidak akan ragu. Cara keyakinan itu harus benar pula. Menganut suatu keyakinan yang salah atau dengan cara yang salah dapat membahayakan. Apalagi keyakinan itu berbeda satu dengan yang lain sehingga sudah barang tentu salah satu diantaranya adalah keyakinan yang benar. Keyakinan yang benar haruslah bersumber dari nilai yang benar.
4. USAHA dan PERJUANGAN
Usaha dan perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia harus kerja keras untuk kelanjutan hidupnya, Sebagian hidup manusia adalah usaha atau perjuangan. Perjuangan untuk hidup, dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha/perjuangan, manusia tidak dapat hidup sempurna. Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia harus kerja keras. Apabila seseorang bercita-cita menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan tekun serta memenuhi semua ketentuan akademik.
Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun dengan tenaga atau jasmani, atau dengan kedua-duanya. Para ilmuwan lebih banyak bekerja keras dengan otak atau ilmunya daripada dengan jasmaninya. Sebaliknya pam buruh, petani lebih banyak menggunakan jasmani daripada otaknya. Para tukang dan pam ahli lebih banyak menggunakan kedua-duanya otak dan jasmani daripada salah satunya. Para politisi lebih banyak kerja otak daripada jasmani. Sebaliknya para prajurit lebih banyak kerja jasmani daripada otak.
Kerja keras pada dasamya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya pemalas membuat manusia itu miskin, melarat, dan berarti menjatuhkan harkat dan martabatnya sendiri. Karma itu tidak boleh bermalas-malas, bersantai-santai dalam hidup ini. Santai dan istirahat ada waktunya dan manusia mengatur waktunya itu.
Dalam agama pun diperintahkan untuk kerja keras. Sebagaimana hadist yang diucapkan Nabi Besar Muhammad S.A.W. yang ditujukan kepada para pengikutnya:”Bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya. dan beribadahlah kamu seakan-akan kamu akan mati besok. Allah berfirman dalarn Al-Qur’an surat Ar-Ra’du ayat II : “sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”. Dari haidst dan firman ini dapat dinyatakan bahwa manusia perlu kerja keras untuk mempenbaiki nasibnya sendiri.
Untuk bekerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan. Karena kemampuan terbatas itulah timbul perbedaan tingkat kernakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya. Kemampuan itu terbatas pada fisik dan keahlian/ketrampilan. Orang bekerja dengan fisik lemah memperoleh hasil sedikit, ketrampilan akan memperoleh penghasilan lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai ketrampilan/keahlian. Karena itu mencari ilmu dan keahlian/ketrampilan itu suatu keharusan. Sebagaimana dinyatakan dalam ungkapan sastra: “tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat” dalam pendidikan dikatakan sebagai “long life education”
Karena manusia itu mempunyai rasa kebersamaan dan belas kasihan (cinta kasih) antara sesama manusia. maka ketidakmampuan atau kemampuan terbatas yang menimbulkan perbedaan tingkat kemakmuran itu dapat diatasi bersama-sama secara tolong menolong, bergotong-royong. Apabila sistem ini diangkat ke tingkat organisasi negara,maka negara akan mengatur usaha/peljuangan warga negaranya sedemikian rupa, sehingga perbedaan tingkat kemakmuran antara sesama warga negara dapat dihilangkan atau tidak terlalu mencolok. Keadaan ini dapat dikaji melalui pendangan hidup/ideologi yang dianut oleh suatu negara.
[1] Rafael Raga Maran, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2007, Hal : 108.
[2] Dr.M.Munandar Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar, Refika Aditama, Bandung, 2012, hal :111
[3] Rafael Raga Maran, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, Jakarta, Rineka Cipta, 2007, hal: 120.
[4] Dr.M.Munandar Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar,Bandung, Refika Aditama, 2012, hal :112.
[5] Drs.H.Ahmad Musthofa, Ilmu Budaya Dasar, Pustaka Setia, Bandung, 1999, hal: 115.
0 Komentar