BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penulisan dan penyalinan termasuk dalam ilmu filologi yang harus
kita telaah, mengkaji dan mengetahui tentang penulisan dan penyalinan, begitu
pula dengan prosesnya dan Siapa sebenarnya para penulis naskah ? siapa sebenarnya
para penyalin naskah di negara ini ? mengkaji dan menelusuri untuk mengutaskan
kajian tentang ilmu filologi.
Kenyataan menunjukkan bahwa penulis-penulis naskah, baik penulis
naskah Melayu maupun penulis naskah dalam berbagai bahasa daerah, sebagian
besar tidak mencantumkan namanya. Hanya beberapa saja nama penulis dapat kita
ketahui.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Bagaimana
Proses penyalinan dan penulisan naskah ?
b.
Mengapa
harus disalin kembali ?
C.
Tujuan
Masalah
a.
Agar
mengetahui tentang proses penyalinan dan penulisan naskah
b.
B.
Agar mengetahui sebab-sebab dan proses terhadar penyalinan naskah.
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Penulisan dan Penyalinan
Penulis dan naskah terdapat di dalam berbagai lapisan masyarakat,
pria tau pun wanita, secara terorganisasi maupun tidak, atas inisiatif sendiri
atau pesanan. Ada yang memang berprofesi sebagai penulis dan sekaligus penyalin
naskah. Di antara mereka, ada yang
meminjamkan hasil karyanya kepada masyarakat. Pada zaman lampau, kita
dapat menjumpai penulis atau pujangga istana dan penulis yang diperkerjakan
oleh pihak lain, baik oleh perorangan maupun oleh pemerintah Belanda maupun
Inggris.
Dalam menelusuri naskah-naskah Melayu Bima, saya menjumpai
nama-nama seperti Muhsin, Adam, Hasan bin Ahmad Jalal, Abu Bakar, dan Hasan
yang berkedudukan sebagai penulis istana Bima. Penulis istana yang lain ialah
Abdurrahman, yang disebut di dalam hikayat asal bangsa jin dan dewa. [1]
Naskah-naskah yang berisi masalah-masalah keagamaan, seperti ajaran
agama, tafsir-tafsir dan tasawuf biasanya ditulis dengan hati-hati dan cermat.
Disamping itu juga yang berisi peraturan-peraturan seperti yang tertuang di
dalam “ Tajussalatin “ umpamanya. Akan tetapi, tidak semua naskah mendapat “
perlakuan “ seperti itu dari para penulis dan penyalin. Contohnya dapat dilihat
pada kutipan dari tulisan Teuuw mengenai Shair Ken tambuhan, yang mengutarakan
beberapa masalah mengenai penyalin dan penyalinan naskah. [2]
1.
Penyalinan
Rangkaian penurunan yang dilewati oleh suatu teks yang
turun-temurun disebut tradisi. Naskah diperbanyak karena orang ingin memiliki
sendiri naskah itu. Mungkin karena naskah asli sudah rusak dimakan zaman, atau
karena kekhawatiran terjadi sesuatu dengan naskah asli, mislanya hilang,
terbakar, ketumpahan benda cair, karena perang, atau hanya karena terlantar
saja. Mungkin pula naskah disalin dengan tujuan magis: dengan menyalin suatu
naskah tertentu orang merasa mendapat kekuatan magis dari naskah yang disalinnya
itu. Naskah yang dianggap penting disalin dengan berbagai tujuan, misalnya
tujuan politik, agama, pendidikan dan sebagainya.
2.
Proses
Penyalinan
Akibat penyalinan, terjadilah beberapa atau bahkan banyak naskah
mengenai suatu cerita. Dalam penyalinan yang berkali-kali itu, tidak tertutup
kemungkinan timbulnya berbagai kesalahan atau perubahan. Hal ini terjadi antara
lain, karena mungkin si penyalin kurang memahami bahasa atau pokok persoalan
naskah yang disalin itu, mungkin pula karena tulisan tidak terang, karena salah
baca atau karena ketidak telitian sehingga beberapa huruf hilang ( haplografi
), penyalinan maju dari perkataan ke perkataan yang sama. Suatu kata suatu
bagian kalimat, beberapa baris, atau satu bait terlampaui, atau sebaliknya
ditulis dua kali ( topografi ). Penggeseran dalam lafal dapat mengubah ejaan,
ada kalanya huruf berbalik atau baris puisi tertukar, demikian pula dapat
terjadi peniruan bentuk kata karena pengaruh perkataan lain yang baru saja
disalin. Dalam proses salin menyalin yang demikian, korupsi atau rusak tidak
dapat dihindari. Disamping perubahan yang terjadi karena tidak
kesengajaan,setiap penyalin bebas untuk dengan sengaja menambah, mengurangi,
mengubah naskah, menurut seleranya disesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman
penyalinan. Sehubungan dengan itu, dalam hal teks modern pun perlu diadakan
penelitian secara filologi karena ada kemungkinan yang menyebabkan terjadinya
beberapa bentuk penyajian itu adalah perubahan-perubahan yang diadakan oleh
penyusunnya sendiri dengan maksud menyempurnakan teks sesuai dengan
pertimbangan atau pandangan sebaik-baiknya. Di samping itu, unsur-unsur dari
luar yang berhubungan dengan teks itu, antara lain sensor pemerintah, pengetik,
pencetak, dan sebagainya dapat merupakan penyebab timbulnya perbedaan antara
beberapa penyajian atau penerbitan karya yang sama. Dengan demikian, naskah
salinan belum tentu merupakan kopi yang sempurna dari naskah yang disalin. Ada
kalanya perbedaan hanya kecil saja, tetapi ada pula perbedaan yang besar sehingga
timbul naskah-naskah yang berbeda versi atau berbeda bacaannya. [3]
0 Komentar