Ibnu Khaldun Sebagai Bapak pertama Sosiologi


     
Ibnu khaldun lahir di Tunisia pada 1 ramadhan 732 H / 27 Mei 1332 M, dari salah satu karya nya yang dikutip yaitu bahwa Ibnu khaldun berasal dari Hadhramaut yaitu Yaman. Garis keturunannya ke atas lagi adalah Wa’il bin hajar, seorang sahabat nabi yang terkenal. Seiring dengan penaklukan dan penyebaran islam ke Barat, Khaldun bersama-sama dengan pasukan Islam memasuki Andalusia dan menetap di Carmona. Akan tetapi dengan tidak diketahui sebab yang pasti, kemudian Khaldun bersama keluarganya pindah ke Sevilla. Akan tetapi karena penaklukan dan pemaksaan pasukan Kristen terhadap kota disebutkan terakhir ini, maka Khaldun akhirnya hijrah kembali ke Tunisia. Di negeri kelahirannya inilah kemudian Khaldun konsentrasi menemukan jati dirinya sebagai pemikir dan penulis. Karyanya yang sangat terkenal yaitu Muqaddimah Ibnu Khaldun.
Menurut Khaldun, masyarakat merupakan makhluk historis yang hidup dan berkembang sesuai dengan hukum- hukum khusus yang berkenaan dengannya. Hukum itu dapat diamati dan dibatasi lewat pengkajian terhadap sejumlah fenomena sosial. Ia berpendapat sesungguhnya ashabiyah merupakan asas berdirinya suatu negara dan faktor ekonomis merupakan faktor penting yang menyebabkan terjadinya perkembangan masyarakat. Dari pendapat Khaldun seperti itulah ia dapat dianggap sebagai tokoh pelopor materialisme sejarah, yang jauh beberapa sebelum Karl max berteori seperti demikian, sebagaimana yang dikatakan khaldun.
Dengan karya dan uraiannya yang luas dan dalam, maka ia terkenal sebagai perintis dan pelopor The Culture Cycle Theory of History, adalah satu teori filsafat sejarah yang telah mendapat pengakuan di dunia Timur dan Barat tentang kematangannya. Khaldun dengan teori nya berpendapat bahwa sejarah dunia adalah siklus dari setiap kebudayaan dan peradaban. Ia mengalami masa lahirnya, masa naik, masa puncaknya, kemudian masa menurun dan akhirnya masa lenyap atau hancur. Atau dalam istilahnya tiga tangga peradaban Khaldun, yang menegaskan bahwa kesatuan suku badui ( aghbiyah ) dapat mengantarkan pada terbentuknya suatu negara, dan cara hidup yang berpindah-pindah ( istiqrar ) akan menghasilkan kejayaan ( sharaf ) dan berakhir pada kehancuran. Begitulah konsep dari Ibnu Khaldun.
Faktor yang mengendalikan dan mempengaruhi perjalanan sejarah menurut Khaldun yaitu,

Faktor Ekonomi

Menurut Khaldun, kegiatan ekonomi menentukan bentuk kehidupan. Perbedaan agama seseorang pun timbul karena penghidupan, keadaan dan waktu. Banyak orang-orang kota yang demikian dalamnya tenggelam dalam memewahan, mencari kesenangan dan keduniaan, bebas melabuhkan hawa nafsunya. Sehingga jiwa mereka berlumur dengan kejahatan dan jauh dari jalan kebaikan. Adapaaun orang-orang desa, sekalipun juga menyukai kehidupan duniawi, terpaksa membatasi dirinya pada hal-hal yang sangat perlu saja. Intinya bahwa menurut Khaldun kehidupan ekonomi salah satu yang terpenting dalam mengendalikan kehidupan sosial, organisi poliitik, moral dan pikiran masyarakat.
Faktor Geografis, lingkungan dan iklim.
Ibnu Khaldun mengasumsikan bahwa iklim, lingkungan dan geografis ikut membawa dampak terhadap tubuh, moral, akal pikiran, kegiatan , dan kebudayaan manusia.

Faktor  Agama.
Khaldun meyakini bahwa  adanya pengaruh dan pengarahan Ilahi terhadap segala yang terjadi. Allah sajalah yang mengendalikan hukum-hukum yang mengarahkan kepada berbagai fenomena, juga yang mengendalikan perjalanan dan perkembangan kehidupan sosial dan sejarah. Hubungan antara Allah dan manusia telah diuraikan Khaldun secara panjang lebar, dan ia berkesimpulan hubungan itu ada pada setiap ruang dan waktu. Alam sendiri dengan segala isinya diperuntukkan oleh Allah bagi manusia sebagai khalifahnya di bumi. Dan sisi inilah yang membuktikan Khaldun sebagai seorang pemikir dan filosof sejarah islam yang taat dan sejati. Ia dengan demikian mampu menghubungkan antara faktor ekonomi, alam dan hukum-hukum determinisme dalam sejarah.
Khaldun lebih lanjut menunjukkan tentang pengendalian agama dalam realitas sejarah, yaitu peristiwa perang Yarmuk dan Qadisiah. Ketika itu, bangsa arab melakukan penaklukan islam dengan balatentara 30.000 orang padahal tentara Persia di Qadisiah mencapai 120.000 orang, dan tentara Heraclius mencapai 400.000 orang. Menurut hukum peperangan yang real, diatas kertas biasa terjadi, yaitu kuantitas tentara islam yang lebih sedikit akan mengalami kekalahan total, tetapi yang terjadi sebaliknya, yaitu kedua lawan dengan mudah dapat dikalahkan. Hal ini membuktikan bahwa agama yang dalam hal ini keimanan kepada pengarahan Allah berlaku dan dapat menentukan perjalanan sejarah.




Posting Komentar

0 Komentar