Teuku nyak arif seorang bangsawan Aceh. Ia dilahirkan pada tanggal
17 juli 1899 di Ulee Lheue Banda Aceh. Ayahnya Teuku Nyak Banta nama lengkapnya
Teuku Sri Imuem Nyak Banta. Panglima Sagi ( Kepala Daerah ) XXVI Mukim. Ibunya
bernama Cut Nyak Rayeuk, bangsawan di daerah Ulee Lheue pula. Pada waktu itu
walaupun daerah Aceh telah dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda. Teuku Nyak
Arif adalah anak ke tiga dari lima saudara sekandung, 2 laki-laki dan 3
perempuan. Saudara tirinya dilahirkan dari isteri kedua ayahnya dari 3
perempuan dan 2 laki-laki. Sedangkan saudara sekandungnya itu adalah Cut Nyak
Asmah, Cut Nyak Maria, Teuku Nyak Arif, Cut Nyak Samsiah, dan si bungsu Teuku Moh Yusuf.
Pendidikan Teuku Nyak Arif, Sekolah Dasar di Kutaradja ( Banda aceh
) tamat pada tahun 1908, kemudian melanjutkan sekolah guru ( Kweekschool ) di
Bukittinggi jurusan pangrehpraja, kemudian melanjutkan OSVIA ( Ospleiding
School Voor Inlandsche Ambtenaren = sekolah calon pangrehraja ) di Banten tamat
tahun 1915. Teuku Nyak Arif kawin dengan
anak Teuku Maharaja yang menjadi Uleebalang di Lhokseumawe. Perkawinan itu
tidak berlangsung lama, suami istri itu bercerai secara baik-baik sebelum
dikaruniai anak. Kemudian pada tahun 1927 Teuku Nyak Arif menikah dengan pemudi
Jauhari, berpendidikan MULO ( SMP Belanda ) anak mantri polisi Yazid asal
Minangkabau. Mereka dikaruniai 3 orang anak, 2 laki-laki dan yang bungsu
wanita, antara lain Teuku azhari, Teuku Syamsul Bahri ( beliau sekarang di
Medan , dari hasil wawancara kami ), Cut Nyak Arifah Nasri.
Setelah menyelesaikan pendidikan di OSVIA. Beliau kembali ke Aceh
dan mulai bekerja sebagai Ambtenaren Vooedsel Voorziening ( semacam Bulog
sekarang ). Pada tahun 1920 Teuku Nyak Arif diangkat menjadi panglima Sagi XXVI
Mukim menggantikan ayahnya yang sudah uzur. Dari tahun 1927 s/d 1931 Teuku Nyak
Arif dipilih menjadi anggota Volksraad ( Dewan Rakyat ) di Batavia ( Jakarta ).
Sebelum “sumpah pemuda “ pada tanggal 28 oktober 1928. Teuku Nyak Arif telah
mengumandangkan nama Indonesia dan berbicara tentang persatuan dan kemerdekaan
bangsanya. Memperhatikan suara dan sepak terjangnya di Volksraad maka teranglah
Teuku Nyak Arif adalah tokoh nasional yang ikut melopori perjuangan ke arah “
Indonesia Merdeka “. Betapa gegernya Belanda sehingga anggota Volksraad Belanda
yang bernama Zuyderhoff tokoh P.E.B ( politiek Economische Bond ) langsung
memberi komentar dan memperingati Dewan bahwa Teuku Nyak Arif telah menggunakan
rencongnya tetapi baru dalam bentuk suara.
Berdirinya Atjeh Studifonds ( Beasiswa Aceh ) diprasakai dan
diketuai olehnya berhasil mengirimkan siswa-siswa ke perguruan tinggi. Pada
saat Belanda dalam keadaan lemah karena menghadapi serbuan Hitler dalam perang
dunia II, Nyak Arif dengan cekatan menggunakan kesempatan yang baik itu. Pada
pertemuan pemimpin-pemimpin masyarakat, agama dan partai-partai politik, pada
waktu memperingati wafatnya Dr. Sutomo, Teuku Nyak Arif berkobar-kobar menanam
semangat kebangsaan yang tahan uji dan sanggup mencapai kemerdekaan. Masuknya balatentara Jepang ke Aceh tanpa
perlawanan dari pihak Belanda karena kekuatan Belanda sudah lebih dulu
dilumpuhkan oleh rakyat Aceh. Dalam masa pendudukan Jepang , Teuku Nyak Arif
tetap merupakan tokoh yang disegani. Semula beliau diangkat sebagai penasihat
Pemerintah Jepang di Aceh, kemudian sebagai GUNCHO di Kutaradja. Setelah itu
terpilih sebagai ketua Syiu Sangikai ( sekarang DPR ). Kalau kedatangan Jepang
pada mulanya dikatakan untuk melepaskan rakyat Indonesia dari belenggu
penjajahan Belanda, akhirnya ternyata Jepang bukan membawa kebahagiaan tetapi
justru menjalankan praktek-praktek yang tidak dapat diterima adat-istiadat kita
dan bertentangan dengan ajaran Islam, selain itu melakukan pula kekejaman yang
diluar batas perikemanusiaan.
Baik s elama berada di
tanah air maupun ketika berada di Tokyo, Teuku Hasan Dik dan Teuku Nyak Arif
yang menjadi pimpinan rombongan Sumatera, tidak pernah mengikuti perintah
Jepang untuk rukuk/ membungkukkan diri mereka memberi hormat ke arah matahari
terbit/ Istana Tenno Heika, karena sebagai umat Islam tidak mau merobah kiblat
ke arah yang lain. Tiada berapa lama sekembali dari Jepang, Teuku Hasan Dik
ditangkap dan akhirnya dihukum mati di Medan. Beliau dituduh menjadi kaki
tangan sekutu. Tokoh lainnya yang dihukum mati Jepang ialah Teuku Raja jum’at,
Teuku Sulaiman Montasik dan yang dihukum seumur hidup ialah Teuku Ali Basyah
Bada, Teuku Dulah Tanoh abee, Teuku Ali keureukon, Teuku Dullah Seulimuem dan
lain-lain. Dengan terbentuknya Sumatera Cuo Sangi In ( Dewan Perwakiln Rakyat
Sumatera ) di Bukittinggi, Teuku Nyak Arif diangkat sebagai wakil ketua dan
yang menjadi ketuanya ialah Mohammad Syafe’i ( dari Sumatera Barat ).
Karena membela rakyat dan teman-teman seperjuangan yang dianiayai
serta diperlakukan semena-mena oleh Jepang. Teuku Nyak Arif pernah ditahan oleh
kempetai ( polisi militer ) Jepang, tetapi mengingat kekhawatiran terhadap
pengaruh beliau dan campur tangan Chokang ( Residen ) Jepang, akhirnya beliau
dibebaskan kembali.
Sewaktu Jepang memerintahkan pengosongan beberapa kampung di
sekitar Kutaradja seperti pungei, Blang Oi, Ulee Lheue, Deah Geulumpang, dan
lain lain untuk dijadikan Basis pertahanan Jepang, Teuku Nyak Arif menentangnya
dengan keras sehingga Jepang terpaksa membatalkan rencananya itu. Dengan
jatuhnya Bom atom di Hiroshima, maka tanggal 14 agustus 1945, Jepang menyerah
kepada sekutu tanpa syarat.
Tanggal 3 oktober 1945 Teuku Nyak Arif diangkat pemerintah RI menjadi Residen (
Gubernur ) pertama di Aceh. Revolusi masih berjalan terus, setiap waktu dapat
terjadi perobahan yang diluar perhitungan. Di Aceh bergolaklah kembali
persaingan antara kaum Ulee balang dan kaum Ulama. Laskar yang terbesar di Aceh
adalah Mujahiddin dan Pesindo Mujahiddin yang dibawah pengaruh kaum Agama
mempunyai ambisi akan menggantikan Residen Nyak Arif. Maksud itu mendapat
dukungan dari TPR ( Tentara Perlawanan Rakyat ).
Waktu itu Teuku Nyak Arif sedang beristirahat karena penyakit
gulanya kambuh. Pimpinan TKR sanggup menghadapi TPR dan mujahiddin, tetapi Nyak
Arif tidak memberikan izin, katanya : “
Biarlah saya serahkan jabatan ini, asal tidak terjadi pertumpahan darah seperti
di Pidie “. Maka dengan cara damai pangkatnya Jenderal Mayor di ambil alih oleh
Husein al Mujahid dan pangkat kolonel Syamaun Ghara di ambil alih oleh Husen
Yusuf.
Mayjen Teuku Nyak Arif ditangkap secara baik dan terhormat. Dibawa
dengan kendaraan sedan pribadi beliau dan dikawal oleh 2 anggota TPR yang
berpakaian Hitam-hitam dan memakai topeng. Para pemimpin terkemuka Lam nyong
mengusulkan agar Teuku Nyak Arif disana, tetapi Nyak Arif menolak karena
khawatir rakyat Lam Nyong akan membelanya dengan kekerasan. Semua langkah dan
pikiran ditetapkan untuk Nyak Arif untuk menghindari pertempuran sesama kita,
dan untuk maksud itu ia ikhlas berkorban. Korbannya terutama tidak lain ialah
kedudukan dan pangkat yang ikhlaskan untuk mencegah pertempuran yang akan
berakibat parah untuk kesatuan dan persatuan rakyat, sebab revolusi belum
selesai, rakyat harus tetap bersatu menghadapi segala kemungkinan.
Teuku Nyak Arif di asingkan di Takengon, sebulan kemudian beliau di
tempat pengasingan, barulah keluarganya diizinkan menjenguknya, penyekapan
dengan pengawalan yang cukup ketat selama di lokasi pengasingan membuat beliau
tidak bisa berbuat apapun. Selang beberapa waktu berjalan dianggap penyakit
gulanya makin parah, padahal menurut informasi keluarganya beliau diracuni di
tempat pengasingannya oleh orang yang tidak diketahui pelakunya, proses
peracunan itu apakah lewat makanan atau minuman, tetapi berita tersebut tidak
ada yang dapat dibuktikan dan sebelum hayatnya berakhir ia berpesan kepada
keluarganya “ jangan menaruh dendam, karena kepentingan rakyat harus diletakkan
di atas segala-galanya”. Teuku Nyak Arif , pemimpin rakyat yang sepanjang
hidupnya berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan negara dengan jasa-jasanya yang
besar dan dengan keikhlasannya berkorban, pada tanggal 26 april 1946 wafat
dengan tenang di Takengon. Jenazahnya dikebumikan di makam keluarganya di Lam
Nyong gampong Lamreung kabupaten aceh besar. Dengan berdasarkan SK presiden
No.071/ TK / tahun 1974 tanggal 9 nopember 1974 menganugerahi gelar
kepahlawanan nasional kepada Teuku nyak Arif.
sumber :Siti Mawar, Teuku Nyak Arif Pejuang Aceh tiga zaman, Balai Pelestarian Nilai Budaya, Banda Aceh, 2013.
0 Komentar