Terinspirasi dari kata seorang guru yang berkata”
berjalanlah !!! jangan selalu di tempat “ aku penasaran bagaimana menanggapi hidup
dengan “berjalan “ ternyata benar ilmu dapat didapat dengan
berjalan dibantu oleh alat panca indra yaitu dengan indra melihat “ sejauh mata memandang” kata- kata yang sering kita dengar hanya tiga kata namun berbuah yang manis ,
begitulah pengalaman mata dan raga dapat menampung segala yang baru dengan cara
berjalan. Aku seorang anak yang berasal
dari sebuah tempat yang terpencil di aceh timur , Idi Rayeuk disana aku lahir,
menjalani hari dengan indah disana aku Sekolah Dasar (SDN 2 IDI ) dan Sekolah Menengah Pertama (SMPN 1 IDI) saat itu
aku masih mendengar bahasa aceh yang satu, tidak mendengar dan mendapatkan perbedaan dalam bahasa ibu ku dan ketika
kami ngomong dengan bahasa aceh ala aceh timur kami, gak ada yang merasa aneh
dengan bahasa aceh kami seperti “PUE ,AKI, JAROE, KLIK ,PUTA ,LONG, TANGEN ” arti
“apa, kaki, tangan, nangis , apa , saya , sepeda“. Lambat laun aku lulus
Sekolah Menengah Pertama dan melanjutkan sekolah ke daerah lain yaitu MAS Ummul
Ayman Samalanga jarak tempuh nya 4 jam dari tempat asalku jika dihitung menurut
waktu. Karena penasaran dengan “ berjalan “ aku ingin ke tempat yang lain tidak
melanjutkan sekolah di tempat asalku karena aku ingin mencari pengalaman “
berjalan “. Dan disinilah aku berada di sebuah dayah sekaligus ada sekolahnya
juga , disini aku baru pertama kali menemukan bahasa aceh yang baru, karena di dayah ini kami berasal dari aceh
yang berbeda – beda, pada masa aku belajar di samalanga yang belajar
disini ada yang berasal dari Medan, Langsa, Aceh Timur sampai Lamno. Kebanyakan
yang belajar disini yaitu dari Pidie. Disinilah aku merasa perbedaan bahasa ku
dengan yang lain seperti “ LON, MOE, AROE, GARI“ arti ( saya , nangis , tangan
, sepeda ) belum lagi nama makanan yang berbeda seperti kue “ADEE “ ,dalam
bahasa kami menyebut nya adalah kue ” BINGKANG“ masih banyak nama makanan dan bahasa yang beda yang tidak tertuliskan disini, pertama saya berada disana saya merasa aneh dan asing dengan bahasa ,
namun itu juga bahasa aceh .begitu juga orang Pidie yang mendengar kami
anak aceh timur yang bercakap dalam bahasa aceh kesannya di anggap “ tilo “
apalagi ketika kami surah kitab dengan khas kami ketika memulai surah kitab
dengan kata seperti “ jadi bak pasal nyoe tanyoe akan ta surah puta- puta
mantong yang ka geutuleh le tungku musannef” ( jadi dalam pelajaran ini kita
akan menjelaskan apa- apa saja yang sudah ditulis oleh pengarang) dengan kata –kata
“puta-puta” orang merasa aneh seperti
ustad dan kawan – kawan saya yang berpikir “ berputar “ hahaha yang membuat
saya pun bingung dan kebetulan anak Aceh
Timur disana tidaklah banyak, bisa dihitung dengan jari. Saya merasa aneh ,tapi
saya bangga dengan aneka ragaman seperti itu aceh ini kaya dan indah. Sekarang saya
berjalan lebih jauh lagi menambah waktu 4 jam lagi berjumlah 8 jam dari tempat
asal saya. Disini tidak kalah serunya karena mendapatkan kawan seluruh Aceh dan
berbagai macam lagi bahasa seperti bahasa Gayo, Aneuk jamee, kluet, bahasa pak
pak. Namun bahasa mereka yang ini jauh
melenceng dari bahasa aceh yang sering kami gunakan tidak seperti aceh Pidie yang
hanya beda huruf dan cara baca. Sungguh hebat bukan ?? Namun inilah Allah menciptakan berbagai suku ,
macam, supaya manusia mengerti dan tidak bosan dalam menjalani kehidupan karena
adanya sesuatu yang baru. Inilah pengalaman saya dengan “berjalan “ semoga saya
dapat berjalan jauh lagi.
Aku bangga jadi orang Aceh.
0 Komentar